![]() |
Saya ketika talk Show bersama para Selebriti Berhijab |
Setiap muslimah, pasti punya
perjalanan hijab yang berbeda-beda. Ada yang dari awal hingga saat ini selalu
istiqomah, namun tak sedikit pula yang kemudian memilih buka-tutup hijab dengan
dalih kenyamanan. Yang lebih parah lagi, ada yang kemudian memilih menanggalkan
hijabnya karena merasa ‘tak mampu’ dan menganggapnya sebagai sebuah ‘beban’.
Saya pribadi, punya pengalaman
sendiri dengan hijab. Saya kali pertama berhijab ketika masih duduk di bangku
SMP kelas 3 (saat itu tahun 1992). Kala itu, hijab masih dianggap sebagai
sesuatu yang asing di negara kita. Mereka yang berhijab dianggap golongan
muslim beraliran ekstrim. Mereka yang berhijab juga dianggap kuno dan negatif.
Karena itu, tak usah heran jika ada
seorang muslimah yang berhijab dianggap jelek dan bakal dikucilkan. Berjalan di
kerumunan dianggap aneh dan tidak menarik. Begitu juga dengan saya saat itu.
Ketika berada di sekolah, saya merasa semua mata seolah tertuju kepada saya
dengan pandangan penuh tanda tanya. “Ada apa denganmu? Kok menutupi seluruh
tubuh dan rambut?” Karena itulah, dua
minggu setelah berhijab, saya pun menyerah dan membuka hijab saya.
Entah mengapa, setelah membuka
hijab, saya justru dilanda ketidaknyamanan luar biasa. Bukan kebebasan yang
saya rasakan, sebaliknya, saya justru merasa telanjang. Bila sebelumnya saya
risih dengan pandangan aneh teman-teman sekolah saya karena berhijab, justru
rasa risih itu muncul dari diri saya sendiri. Bukan cemoohan dari teman-teman
sekolah saya, namun saya merasa dicemooh oleh diri sendiri, “Ternyata nyali
saya hanya sebatas itu.”
Seminggu kemudian, kegundahan itu
membuat saya kembali memutuskan untuk berhijab hingga saya lulus sekolah. Masuk
SMA, ternyata saya kembali mendapat kendala soal hijab. Sebab, peraturan
sekolah tidak membolehkan mengenakan hijab ketika berolahraga. Padahal, seragam
olahraganya berupa celana pendek dan kaos berlengan pendek pula.
Saya pun ‘memanipulasi’ baju
olahraga dengan tetap memakai celana panjang dan berhijab. Alhasil, saya
dilarang mengikuti mata pelajaran olahraga. Berkali-kali pun saya dipanggil
karena dianggap melanggar peraturan sekolah. Saya pun terancam diskors jika
tetap berhijab ketika mengikuti pelajaran berolahraga.
Namun itu dulu, ketika hijab masih
dianggap asing di masyarakat kita. Ketika hijab masih dianggap kuno karena
modelnya hanya itu-itu saja, walau sebenarnya esensi hijab adalah sebuah kewajiban,
bukan sekedar fashion.
![]() | |
Bahagianya bisa menghargai Hijab kita |
Yang terjadi saat ini adalah
sebaliknya. Kesadaran umat Islam untuk semakin memperlihatkan identitas
dirinya, membuat saya tersenyum bahagia. Sebab, semakin banyak wanita memilih
menutup aurat dan mengulurkan hijabnya. Saya pun semakin bangga, sebab sekolah
yang dulu pernah memberi kenangan tersendiri soal hijab, kini justru sangat
mendukung siswinya berhijab.
Saya juga makin gembira, karena
hijab kini sudah bisa hadir dan diterima di mana-mana. Bahkan, para public
figure, selebriti, bahkan tokoh ternama pun memilih hijab menjadi bagian dari
hidupnya. Saya juga makin bersorak, karena hijab tak hanya membawa kenyamanan
bagi pemakainya, namun juga memberikan kesuksesan luar biasa bagi si pemakai
maupun lingkungannya.
Itulah yang membuat saya makin
cinta berhijab. Itu pula yang kemudian membuat saya bersyukur karena diberi
kesempatan mengenal hijab lebih awal. Dengan demikian, saya bisa mengarungi
perjalanan hijab hingga saat ini. Hijab
tak hanya membawa perubahan hidup saya menjadi lebih baik, namun, hijab adalah
kewajiban yang telah ditetapkan Allah kepada hambanya.
Jika Anda punya perjalanan hijab
yang sama dengan saya, semoga hal itu menjadi bagian dari kenangan buruk yang
tak perlu diulang. Sebaliknya, semoga
kisah itu membawa hikmah yang membuat kita tetap berhijab. Sebab, hijab
sebenarnya bukan sekadar penampilan lahiriah dan fashion semata, namun komitmen
dan kehormatan kita sebagai muslimah.
@aimeeharis
No comments:
Post a Comment