Monday 21 April 2014

Predikat K A R T I N I


Minggu lalu, saya tiba-tiba ditelepon oleh seorang staf sebuah hotel di Surabaya. Staf tersebut mengatakan bahwa saya terpilih sebagai sepuluh nominasi Kartini Award yang mereka gelar tahun ini. Dan dalam rangka itu pula, saya diminta untuk mengirim profil dan tulisan tentang aktivitas sehari-hari saya, yang menurut mereka bisa menginspirasi muslimah lain.
Jujur saja, saya sempat terkejut dengan kabar ini. Sebab, tak ada angin, tak ada hujan, saya dianggap layak masuk nominasi tersebut. Apalagi saya merasa apa yang saya lakukan, masih jauh dianggap layak. Belum lagi rasa kaget saya hilang, ponsel saya kembali berdering.
Ternyata di suara di seberang adalah manager secretary hotel yang sama tersebut. Dia mengatakan, agar saya segera mengirim profil saya, dan juga mengabari agar saya datang esok hari untuk interview dan presentasi. Masih dengan keraguan, saya pun menyanggupi permintaan itu. Sehari sebelum interview, saya mengirimkan profile saya. Esok harinya pun, saya datang memenuhi jadwal yang mereka anggap sebagai proses interview tersebut. 

Dengan langkah yang masih ragu karena saya takut ditipu karena tak pernah kenal suara yang menelepon, saya pun melangkah memasuki hotel tersebut. “Ya sudahlah, kalau saya ternyata ditipu atau ‘dikerjain’, saya akan tetap memasuki hotel ini dan menikmati makan siang disini,” ujar saya saat itu.
Ketika sampai di loby, sang receptionist hotel kemudian bertanya kepada saya. Dengan masih ragu pula, saya mengatakan bahwa saya dipanggil untuk dating dan interview oleh seorang wanita yang mengaku sekretaris manajer hotel itu. Setelah saya sebutkan nama sang sekretaris, sang receptionist langsung menyambut saya dengan ramah. “Silahkan ibu. Anda sudah ditunggu,” ucapnya. 


Dalam hati, saya tersenyum. Ternyata ini benar dan bukan ‘bohongan’ apalagi ‘April mop’. Saya pun beristighfar dan segera membuang jauh-jauh pikiran buruk saya. Setelah saya bertemu sang sekretaris, sang sekretaris pun mengatakan bahwa nama saya telah direkomendasikan oleh seseorang yang tak mau disebut namanya. Saya dianggap layak sebagai peserta penerima Kartini Award 2014. Menurut sang sekretaris, sebenarnya telah terkumpul sebanyak 25 nama yang masuk, namun kemudian diseleksi menjadi 10 nominasi yang diuji pada hari itu.
Singkat kata, saya pun langsung diajak oleh sang sekretaris ke sebuah ruangan interview. Disanalah saya bertemu dengan tiga orang penguji yang luar biasa. Mereka terdiri dari para perempuan akademisi yang juga aktif sebagai dosen di sebuah universitas ternama di Indonesia. 

Karena tema penghargaan saat itu adalah The Power of Fashion, tentu saja pertanyaan dari para penguji adalah seputar aktivitas saya di dunia fashion, terutama media fashion yang saya pimpin, yakni tabloid MODIS. Pada kesempatan tersebut, saya juga didaulat untuk mempresentasikan bagaimana proses kerja pembuatan MODIS hingga ke tangan pembaca dan juga kontribusi serta manfaatnya untuk pembaca. Bagi mereka, sosok Kartini masa kini, meskipun concern di dunia fashion, mereka juga bisa membawa manfaat dan inspirasi bagi masyarakat terutama perempuan di Indonesia. 

Setelah proses interview, maka tibalah waktu moment penghargaan. Pada kesempatan tersebut, saya diberi kepercayaan untuk masuk predikat ke-3 Kartini Award 2014. perasaan bahagia dan tak menyangka, tentunya. Namun, yang masih terngiang di benak saya adalah bagaimana mewujudkan predikat Kartini ini selalu ada dalam kehidupan sehari-hari saya.
Sebagai tokoh, Kartini adalah seorang pendobrak yang membawa perubahan berarti bagi perempuan
Indonesia. Dan bila boleh jujur dan bangga, Islam pun punya tokoh yang tak kalah hebat dari Kartini. Mereka adalah Khadijah dan Aisyah. Sebagai muslimah patutlah kiranya predikat Kartini ini juga meneladani dua sosok muslimah tersebut.
 @aimeeharis

No comments: