Minggu lalu, saya tiba-tiba ditelepon oleh seorang staf sebuah hotel di Surabaya. Staf tersebut mengatakan bahwa saya terpilih sebagai sepuluh nominasi Kartini Award yang mereka gelar tahun ini. Dan dalam rangka itu pula, saya diminta untuk mengirim profil dan tulisan tentang aktivitas sehari-hari saya, yang menurut mereka bisa menginspirasi muslimah lain.
Jujur saja, saya sempat terkejut
dengan kabar ini. Sebab, tak ada angin, tak ada hujan, saya dianggap layak
masuk nominasi tersebut. Apalagi saya merasa apa yang saya lakukan, masih jauh
dianggap layak. Belum lagi rasa kaget saya hilang, ponsel saya kembali
berdering.
Ternyata di suara di seberang
adalah manager secretary hotel yang sama tersebut. Dia mengatakan, agar saya
segera mengirim profil saya, dan juga mengabari agar saya datang esok hari
untuk interview dan presentasi. Masih dengan keraguan, saya pun menyanggupi
permintaan itu. Sehari sebelum interview, saya mengirimkan profile saya. Esok
harinya pun, saya datang memenuhi jadwal yang mereka anggap sebagai proses
interview tersebut.
Dengan langkah yang masih ragu
karena saya takut ditipu karena tak pernah kenal suara yang menelepon, saya pun
melangkah memasuki hotel tersebut. “Ya sudahlah, kalau saya ternyata ditipu
atau ‘dikerjain’, saya akan tetap memasuki hotel ini dan menikmati makan siang
disini,” ujar saya saat itu.
Ketika sampai di loby, sang
receptionist hotel kemudian bertanya kepada saya. Dengan masih ragu pula, saya
mengatakan bahwa saya dipanggil untuk dating dan interview oleh seorang wanita
yang mengaku sekretaris manajer hotel itu. Setelah saya sebutkan nama sang
sekretaris, sang receptionist langsung menyambut saya dengan ramah. “Silahkan
ibu. Anda sudah ditunggu,” ucapnya.
Dalam hati, saya tersenyum. Ternyata ini
benar dan bukan ‘bohongan’ apalagi ‘April mop’. Saya pun beristighfar dan
segera membuang jauh-jauh pikiran buruk saya. Setelah saya bertemu sang
sekretaris, sang sekretaris pun mengatakan bahwa nama saya telah
direkomendasikan oleh seseorang yang tak mau disebut namanya. Saya dianggap
layak sebagai peserta penerima Kartini Award 2014. Menurut sang sekretaris, sebenarnya
telah terkumpul sebanyak 25 nama yang masuk, namun kemudian diseleksi menjadi
10 nominasi yang diuji pada hari itu.
Singkat kata, saya pun langsung
diajak oleh sang sekretaris ke sebuah ruangan interview. Disanalah saya bertemu
dengan tiga orang penguji yang luar biasa. Mereka terdiri dari para perempuan
akademisi yang juga aktif sebagai dosen di sebuah universitas ternama di
Indonesia.
Karena tema penghargaan saat itu
adalah The Power of Fashion, tentu saja pertanyaan dari para penguji adalah
seputar aktivitas saya di dunia fashion, terutama media fashion yang saya
pimpin, yakni tabloid MODIS. Pada kesempatan tersebut, saya juga didaulat untuk
mempresentasikan bagaimana proses kerja pembuatan MODIS hingga ke tangan
pembaca dan juga kontribusi serta manfaatnya untuk pembaca. Bagi mereka, sosok
Kartini masa kini, meskipun concern di dunia fashion, mereka juga bisa
membawa manfaat dan inspirasi bagi masyarakat terutama perempuan di Indonesia.
Setelah proses interview, maka
tibalah waktu moment penghargaan. Pada kesempatan tersebut, saya diberi
kepercayaan untuk masuk predikat ke-3 Kartini Award 2014. perasaan bahagia dan
tak menyangka, tentunya. Namun, yang masih terngiang di benak saya adalah
bagaimana mewujudkan predikat Kartini ini selalu ada dalam kehidupan
sehari-hari saya.
Sebagai tokoh, Kartini adalah
seorang pendobrak yang membawa perubahan berarti bagi perempuan
Indonesia. Dan
bila boleh jujur dan bangga, Islam pun punya tokoh yang tak kalah hebat dari
Kartini. Mereka adalah Khadijah dan Aisyah. Sebagai muslimah patutlah kiranya
predikat Kartini ini juga meneladani dua sosok muslimah tersebut.
@aimeeharis
No comments:
Post a Comment