Wednesday, 20 March 2013

Kerja dengan HATI


Me & Friends
Ketika berada di komunitas perempuan, saya sering ditanya, bagaimana rasanya bekerja di lingkungan yang mayoritas adalah kaum pria. Saya yang hampir dua belas tahun berkecimpung di dunia media cetak tentu sedikit kaget dengan pertanyaan ini. 

Saya yang sudah terbiasa dengan kondisi tersebut, sama sekali tak ada masalah apalagi perasaan macam-macam yang perlu saya ungkapkan. Bagi saya, ketika kita terjun di sebuah perusahaan, maka profesionalitas adalah salah satu yang diutamakan.

Namun, pertanyaan itu sangat menggelitik. Apa bedanya ya kerja di lingkungan yang kebanyakan kaum laki-laki, dengan bekerja di tempat yang homogen, atau spesifiknya, di tempat yang jenis kelaminnya sama dengan saya. 

Karena itu, ketika saya ditanya tentang ruang lingkup kerja yang sedang saya geluti, saya selalu menjawab, selain profesionalitas, kenyamanan juga penting untuk menunjang kesuksesan kerja. 



Begitu pula ketika saya dihadapkan pada lingkungan kerja yang kebanyakan adalah kaum pria.Mungkin karena rasa nyaman, sehingga saya tak pernah mempermasalahkan jenis kelamin yang berbeda. Selain itu, bekerja dengan kaum pria, menurut subyektivitas saya, akan meminimalisir konflik ‘hati’

 
Di mata saya, perempuan adalah makhluk Allah yang dikaruniai kelebihan rasa. Karena itu, ketika saya kemudian ditakdirkan bekerja di lingkungan mayoritas kaum adam, maka saya sangat bersyukur. Itu berarti akan terjadi keseimbangan. Antara rasa dan rasio. Antara hati dan akal sehat. Bila keduanya bisa berjalan seiring, maka akan terjadi kesuksesan dalam pekerjaan. 

Modis new edition

Namun, bagaimana jika kemudian kita dihadapkan pada ruang lingkup homogen (perempuan)? Akankah keseimbang bisa terjadi? Seharusnya bisa. Itu yang pakar bilang. Saya pun setuju dengan jawaban tersebut. 

 Perempuan memang makhluk paling istimewa. Ketika mereka berkumpul, pasti banyak hal yang akan terjadi. Mulai dari ide, kreatifitas hingga bahasa tubuh wanita, seolah tak habis dikupas. Kesamaan visi serta sifat dan karakter yang menyertai maka akan mudah bagi perempuan untuk saling menyatukan ide. 

Perempuan yang punya sifat lembut akan berusaha untuk berbicara santun pula dengan perempuan lain. Kesamaan sifat itulah yang membuat perempuan akan saling mengerti sehingga konflik akan mudah dicegah.

Gak percaya? Baca ulasan lengkapnya di tabloid saya MODIS new edition (promote.mode on).

Surabaya, 20 Maret 2013  *** @aimeeharis

No comments: