
Tapi entahlah, tiba-tiba pagi
itu, aku merasa sungguh-sungguh tak beruntung. Bangun pagi serasa nothing.
Ketika kelopak mata terbuka, seketika itu juga, aku merasa dunia berubah
menjadi berwana kuning, kemudian berganti kelabu.
Tiba-tiba pula, aku merasa menyesal,
kenapa harus bangun dari tidur. Aku
harus menghadapi kenyataan. Ya, dunia nyata yang kadang membuatku malas. Dunia
nyata yang membuat aku lebih memilih asyik dengan dunia mimpi.
Ketakutan bangun pagi benar-benar
mengusik jiwa raga, otak dan tulang-tulang sendiku. Rasa takut di pagi itu juga
benar-benar membuat kulitku tiba-tiba terasa kisut, keriput hingga kemudian
berganti kusam berbalut lumpur yang kotor.
Pagi itu, ketakutanku benar-benar
memuncak. Mataku tiba-tiba terasa memerah, tubuhku menggigil, tulangku
berbenturan menahan nyeri yang tak ketulunngan. Aku tak kuat bangkit, aku tak kuat
berdiri dari peraduanku.
Namun, dengan susah payah,
kutarik tubuhku dari tempat tidur, kubangkitkan seluruh jiwa ragaku,
kulangkankah kakiku menapaki lantai yang masih dingin oleh ac semalaman. “Ya
Tuhan, kenapa terasa berat begini” gumamku.
Langkah beratku terasa makin
berat dan penuh pertanyaan. Kenapa tubuhku terasa kaku, kram, dan lemah begini.
Punggung dan pinggungku seolah tak bisa digerakkan. Sembari melangkah, kungat-ingat
apakah aku sedang mengalami mentrusasi. Biasanya, aku akan mudah lelah ketika
menstuasi melanda. Punggungku juga akan mudah capek ketika haid kualami.
Ternyata bukan. Pagi itu,
harusnya kondisi fisikku memang sedang fit. Aku tak sedang mengalami kelelahan.
Aku juga tak sedang melalui pre-mentruasi syndrome. Terus, apa yang sedang
terjadi padaku? Kenapa tiba-tiba tubuhku terasa kaku, lemah, letih lesu.
Belum sempat terjawab
pertanyaanku, aku kembali dikagetkan oleh sebuah cermin yang sudah berada tepat
di depanku. Ya, langkahku tiba-tiba sudah sampai di depan cermin kesayanganku
itu. Tak kulihat wajah ayu, segar, dan
awet muda yang selama ini aku miliki. Tiba-tiba, aku merasa akan kehilangan
berbagai panggilan ‘muda’ yang selama ini aku dengar. Aku yang tak pernah
dipanggil ibu karena aku dinggap masih belum menikah. Aku yang selalu dianggap
masih kuliah semester tujuh, dan aku yang dianggap selalu awet muda. Tiba-tiba,
semua seolah buyar.
Wajah cerah yang selama ini kuidamkan,
kini berganti kusam, keriput dan tak manis lagi. Parahnya lagi, tak ada lagi
senyum tersungging disana. Aku masih ingat, di beberapa kali pelatihan motivasi
yang kuikuti, aku diharuskan menarik bibirku 1 sentimeter ke kiri dan 1
sentimeter ke kanan. Ya, aku harus tersenyum.
Nyatanya, tak kulihat senyum di
cermin itu. Walaupun kupaksa, tetap saja, senyum itu terlihat hambar dan tak
semanis dulu. Urusan senyum belum selesai, aku semakin hopeless melihat garis
keriput yang muncul di mataku. Ya Tuhan, cobaan apalagi ini?
Bangun pagi yang biasanya
kusambut dengan senyum, wajah cerah dan
senyum merekah, kini justru kulalui dengan beribu pertanyaan penuh
gelisah.
Kembali kupandangi diriku di
depan cermin. Ah, mungkin ini hanya imajinasiku. Segala yang muncul di cermin
ini menjadi buruk karena pikiranku yang negative, ketakutanku yang berlebihan,
hingga hatiku yang selalu dilanda kegelisahan.
Kuingat-ingat lagi, apakah ini
akibat dari bertambah usia? Yah, usiaku sudah hampir tiga puluh delapan tahun.
2-3 tahun lagi tentu aku mendekati kepala empat. Apakah aku sedang di ambang
menopause? Ah, sepertinya bukan. Sebab, hingga kini, aku masih bisa menstruasi
dengan teratur. Yang kutahu, salah satu cirri menopause adalah tak lagi bisa
menstruasi.
Entahlah, yang jelas, pagi itu,
keresahanku serasa di ubun-ubun. Dan tak hanya berhenti di depan cermin saja.
Sebab, langkahku makin berat ketika kuarahkan ke kamar mandi. Rasa malas
menyelimuti seluruh tubuh dan otakku.
Mendadak aku menjadi merasa tak
hebat lagi. Otakku serasa tumpul. Kreativitas dan ide-ideku seolah hilang entah
kemana. Aku jadi teringat dengan kejadian tiga minggu belakangan ini.
Pekerjaankku serasa lambat selesainya. Ide-ide kreatif yang dulu mengalir
setiap detik, kurasa tak pernah lagi ada. Walaupun muncul, itu hadir di last minute
ketika aku terdesak oleh deadline.
Ya Tuhan, kenapa aku tiba-tiba
merasa menjadi wanita yang bodoh. Tidak smart lagi, tidak indah lagi, dan tidak
menarik lagi. Yang terjadi di depan mataku adalah, semua terasa negative.
Bahkan, bayanganku sendiri di dalam cermin menjadi sangat buruk karena unsure
negative yang menguasaiku.
Kini, aku hanya bisa berharap,
segala energy, pikiran dan hatiku berubah menjadi positif. Agar semua yang
kulihat, kufikirkan dan kurasakan, menjadi indah kembali.
@aimeeharis. Pkl. 01.10
No comments:
Post a Comment