Wednesday, 13 November 2013

Ketika Rasa itu Datang


Tak kusangka, hal tersulit dalam hidupku adalah ketika kutahu bahwa hidupku serasa tak berguna lagi. Padahal, aku sering membuat status di facebook maupun menulis timeline di twitter bahwa manusia paling baik adalah yang bisa bermanfaat bagi orang lain.
Tapi entahlah, tiba-tiba pagi itu, aku merasa sungguh-sungguh tak beruntung. Bangun pagi serasa nothing. Ketika kelopak mata terbuka, seketika itu juga, aku merasa dunia berubah menjadi berwana kuning, kemudian berganti kelabu.
Tiba-tiba pula, aku merasa menyesal, kenapa harus bangun dari tidur.  Aku harus menghadapi kenyataan. Ya, dunia nyata yang kadang membuatku malas. Dunia nyata yang membuat aku lebih memilih asyik dengan dunia mimpi.
Ketakutan bangun pagi benar-benar mengusik jiwa raga, otak dan tulang-tulang sendiku. Rasa takut di pagi itu juga benar-benar membuat kulitku tiba-tiba terasa kisut, keriput hingga kemudian berganti kusam berbalut lumpur yang kotor.
Pagi itu, ketakutanku benar-benar memuncak. Mataku tiba-tiba terasa memerah, tubuhku menggigil, tulangku berbenturan menahan nyeri yang tak ketulunngan. Aku tak kuat bangkit, aku tak kuat berdiri dari peraduanku.
Namun, dengan susah payah, kutarik tubuhku dari tempat tidur, kubangkitkan seluruh jiwa ragaku, kulangkankah kakiku menapaki lantai yang masih dingin oleh ac semalaman. “Ya Tuhan, kenapa terasa berat begini” gumamku.
Langkah beratku terasa makin berat dan penuh pertanyaan. Kenapa tubuhku terasa kaku, kram, dan lemah begini. Punggung dan pinggungku seolah tak bisa digerakkan. Sembari melangkah, kungat-ingat apakah aku sedang mengalami mentrusasi. Biasanya, aku akan mudah lelah ketika menstuasi melanda. Punggungku juga akan mudah capek ketika haid kualami.
Ternyata bukan. Pagi itu, harusnya kondisi fisikku memang sedang fit. Aku tak sedang mengalami kelelahan. Aku juga tak sedang melalui pre-mentruasi syndrome. Terus, apa yang sedang terjadi padaku? Kenapa tiba-tiba tubuhku terasa kaku, lemah, letih lesu.
Belum sempat terjawab pertanyaanku, aku kembali dikagetkan oleh sebuah cermin yang sudah berada tepat di depanku. Ya, langkahku tiba-tiba sudah sampai di depan cermin kesayanganku itu.  Tak kulihat wajah ayu, segar, dan awet muda yang selama ini aku miliki. Tiba-tiba, aku merasa akan kehilangan berbagai panggilan ‘muda’ yang selama ini aku dengar. Aku yang tak pernah dipanggil ibu karena aku dinggap masih belum menikah. Aku yang selalu dianggap masih kuliah semester tujuh, dan aku yang dianggap selalu awet muda. Tiba-tiba, semua seolah buyar.
Wajah cerah yang selama ini kuidamkan, kini berganti kusam, keriput dan tak manis lagi. Parahnya lagi, tak ada lagi senyum tersungging disana. Aku masih ingat, di beberapa kali pelatihan motivasi yang kuikuti, aku diharuskan menarik bibirku 1 sentimeter ke kiri dan 1 sentimeter ke kanan. Ya, aku harus tersenyum.
Nyatanya, tak kulihat senyum di cermin itu. Walaupun kupaksa, tetap saja, senyum itu terlihat hambar dan tak semanis dulu. Urusan senyum belum selesai, aku semakin hopeless melihat garis keriput yang muncul di mataku. Ya Tuhan, cobaan apalagi ini?
Bangun pagi yang biasanya kusambut dengan senyum, wajah cerah dan  senyum merekah, kini justru kulalui dengan beribu pertanyaan penuh gelisah.
Kembali kupandangi diriku di depan cermin. Ah, mungkin ini hanya imajinasiku. Segala yang muncul di cermin ini menjadi buruk karena pikiranku yang negative, ketakutanku yang berlebihan, hingga hatiku yang selalu dilanda kegelisahan.
Kuingat-ingat lagi, apakah ini akibat dari bertambah usia? Yah, usiaku sudah hampir tiga puluh delapan tahun. 2-3 tahun lagi tentu aku mendekati kepala empat. Apakah aku sedang di ambang menopause? Ah, sepertinya bukan. Sebab, hingga kini, aku masih bisa menstruasi dengan teratur. Yang kutahu, salah satu cirri menopause adalah tak lagi bisa menstruasi.
Entahlah, yang jelas, pagi itu, keresahanku serasa di ubun-ubun. Dan tak hanya berhenti di depan cermin saja. Sebab, langkahku makin berat ketika kuarahkan ke kamar mandi. Rasa malas menyelimuti seluruh tubuh dan otakku.
Mendadak aku menjadi merasa tak hebat lagi. Otakku serasa tumpul. Kreativitas dan ide-ideku seolah hilang entah kemana. Aku jadi teringat dengan kejadian tiga minggu belakangan ini. Pekerjaankku serasa lambat selesainya. Ide-ide kreatif yang dulu mengalir setiap detik, kurasa tak pernah lagi ada. Walaupun muncul, itu hadir di last minute ketika aku terdesak oleh deadline.
Ya Tuhan, kenapa aku tiba-tiba merasa menjadi wanita yang bodoh. Tidak smart lagi, tidak indah lagi, dan tidak menarik lagi. Yang terjadi di depan mataku adalah, semua terasa negative. Bahkan, bayanganku sendiri di dalam cermin menjadi sangat buruk karena unsure negative yang menguasaiku.
Kini, aku hanya bisa berharap, segala energy, pikiran dan hatiku berubah menjadi positif. Agar semua yang kulihat, kufikirkan dan kurasakan, menjadi indah kembali. 

@aimeeharis. Pkl. 01.10

No comments: